Lorem Ipsum

Bahu-Membahu Menuju Citarum Bersih Kolaborasi Coca‑Cola, Benioff Ocean Initiative (BOI), dan Greeneration Foundation

12-01-2021

Lorem Ipsum

Menyadari bahwa persoalan Sungai Citarum bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, Coca‑Cola Indonesia turut memberikan dukungannya dalam upaya memperbaiki Sungai Citarum. Seiring dengan visi “World Without Waste”, Coca‑Cola ingin menjadi bagian dari solusi pengelolaan sampah demi mencapai target mengumpulkan dan mendaur ulang botol plastik atau kaleng sejumlah yang dijual oleh perusahaan pada tahun 2030 nanti.

“Kami sebagai perusahaan yang memakai plastik sebagai bahan baku kemasan, kami terpanggil untuk menjadi bagian dari solusi, demi menjaga masyarakat dan dalam jangka panjang juga menjaga bisnis kami,” papar Triyono Prijosoesilo, Public Affairs and Communication Director PT Coca‑Cola Indonesia. 

Untuk mewujudkan visi “World Without Waste”, ada tiga kerangka kerja yang dilakukan Coca‑Cola. Pertama, dalam hal desain, Coca‑Cola berupaya membuat seluruh kemasan bisa didaur ulang, menggunakan lebih banyak material daur ulang, dan mengurangi penggunaan plastik. Yang kedua, dalam hal pengumpulan sampah, Coca‑Cola mendorong upaya mengumpulkan sampah dan mengedukasi masyarakat tentang apa, bagaimana dan di mana bisa mendaur ulang sampah. Sementara yang ketiga, dalam bidang kemitraan, Coca‑Cola bekerja sama dengan perusahaan lainnya untuk menciptakan lingkungan dan laut yang bebas sampah. 

Di bidang kemitraan, Coca -Cola Indonesia bersama dengan Danone Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Nestle Indonesia, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Tetra Pak Indonesia mendirikan Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE). Sementara di bidang pengumpulan sampah, Coca‑Cola Indonesia, sebagai bagian dari PRAISE mendirikan Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), yaitu suatu organisasi nonprofit yang bertujuan meningkatkan  pengumpulan sampah-sampah kemasan dan meningkatkan tingkat daur ulang dari plastik tersebut. 

“Tahun ini kami akan mulai pilot project di Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Tahun depan kami akan ekspansi agar upaya ini bisa menjadi skala nasional,” ujar Triyono. Tak hanya IPRO, Coca‑Cola Indonesia juga menginisiasi beberapa program terkait pengumpulan sampah seperti Plastic Reborn 1.0 dan 2.0, Eco Ranger, Dropbox, Jaga Indonesia, dan Citarum River Clean Up. 

Selain dari kegiatan diatas The Coca‑Cola Company juga memiliki partnership dengan Benieoff Ocean Initiative (BOI) telah memberikan dukungan US$ 1 juta untuk program Citarum River Clean Up. Pelaksanaan program Citarum River Clean Up ini dipimpin oleh Greeneration Foundation. 

Citarum River Clean Up merupakan bagian dari Clean Currents Coalition, yakni program koalisi sembilan organisasi nonprofit yang bertujuan membersihkan sembilan sungai di dunia. Clean Currents Coalition disponsori oleh The Coca‑Cola Foundation dan Benieoff Ocean Initiative dengan total dukungan dana sebesar US$ 11 juta. 

Vanessa Letizia, Executive Director Greeneration Foundation menjelaskan, Sungai Citarum dipilih sebagai sungai yang dibersihkan dalam program Clean Currents Coalition karena sungai ini merupakan urat nadi masyarakat Jawa Barat. Namun, terlepas dari perannya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, Sungai Citarum begitu tercemar oleh sampah.

Ia menjelaskan, setiap harinya, ada sekitar 1.300 ton sampah yang masuk ke sungai dan mengendap di laut. Sehingga, sampah yang tidak dikelola dengan baik akhirnya membuat laut jauh dari kata sehat meningkatkan risiko banjir untuk wilayah di sekitar sungai. 

Vanessa memandang, kerjasama menjadi kunci mengatasi persoalan sampah di Sungai Citarum. Dalam program Citarum River Clean Up, Greeneration Foundation bekerja sama dengan Waste4Change sebagai ahli manajemen sampah dan RiverRecycle sebagai pengembang teknologi untuk membersihkan sampah. Selain itu, kehadiran organisasi nonprofit juga dapat menjadi jembatan antara pemerintah, pelaku industri, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengatasi persoalan lingkungan.   

Dengan kerja sama antar pemangku kepentingan, program Citarum River Clean Up diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan, sehingga bisa menciptakan Citarum yang bersih. 

“Kami berharap program ini bisa menciptakan pengelolaan sampah yang lebih baik dan terbangunnya alam yang sehat bagi masyarakat,” pungkas Triyono.

Lorem Ipsum

Permasalahan sampah memang tidak terlepas dari tanggung jawab setiap orang. Maklum,  tiap orang menghasilkan 2,5 liter sampah per hari. Di Indonesia sendiri, jumlah sampah tiap desa mencapai 10 ton hingga 15 ton per hari. Ini menjadikan Indonesia sebagai peringkat kedua penyumbang sampah ke laut terbesar di dunia. 

“Pengelolaan sampah walaupun domain pelayanan publik, tetapi tidak lepas dari tanggung jawab masyarakat dan pelaku bisnis,” ujar Didi Adji Siddik, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Jawa Barat, dalam webinar tersebut. 

Pemerintah sendiri sudah mengatur persoalan sampah ini dengan menerbitkan Undang undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan aturan ini, setiap orang dilarang mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah bahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan, melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka, dan membakar sampah. 

Sebagai konsekuensi dari peraturan Pengelolaan Sampah tersebut, maka produsen atau pabrik harus membatasi (reduce) jumlah sampah yang dihasilkan. Selain itu, kita juga perlu mengubah perilaku dan memperlakukan sampah sebagai sumber daya, bukan sebagai hasil buangan (waste), dengan cara menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle). 

Untuk mendorong kesadaran semua pihak akan pengelolaan sampah, pemerintah menargetkan pada tahun 2025 nanti Indonesia bisa mengurangi 30% sampah dan menangani 70% sampah. 

Menurut Didi, banyaknya timbunan sampah dan pencemaran di DAS Citarum tidak terlepas dari banyaknya jumlah penduduk yang hidup di sekitar sungai tersebut. Semakin besar penduduk suatu kota, maka semakin banyak juga sampah yang dihasilkan. Hal ini bisa dilihat di Kota Bandung. 

Masalah yang dihadapi di DAS Citarum berawal dari persoalan krusial seperti perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai, mulai dari sampah rumah tangga,  sampak domestik organik, anorganik, hingga bangkai hewan. Di samping itu, penanganan sampah di DAS Citarum juga masih menemui kendala, seperti terbatasnya tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA), dan terbatasnya sarana angkut sampah. Padahal, jumlah sampah tiap desa selalu tinggi, bisa mencapai 15 ton per hari. Tumpukan sampah yang tidak teratasi ini akhirnya menimbulkan gas methan yang memiliki daya rusak 10 kali lebih besar daripada karbondioksida.

“Itu sebabnya untuk mengatasi persoalan sampah di DAS Citarum, kita perlu angkutan yang memadai, TPS dan TPA yang memadai. Saat ini TPA Cinangka masih belum beroperasi. Kami berharap TPA ini harus cepat dioperasionalkan,” ujar Didi.

Mengingat Sungai Citarum adalah sungai strategis nasional, maka kewenangan terkait pengelolaan sungai tersebut ada di Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, Sungai Citarum yang melintasi 13 kota dan kabupaten juga membutuhkan campur tangan lintas batas untuk mengatasi persoalan sampah di DAS Citarum.

“Perlu upaya penanganan dalam pengelolaan sampah di Sungai Citarum, seperti pengelolaan bersama dan penanganan khusus daerah perbatasan,” kata Didi. 

Dari kacamata akademisi, Muhammad Syahril Badri Kusuma, Ketua Kelompok Keahlian Teknik Pengembangan Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus Guru Besar ITB mengatakan, penyelesaian permasalahan Sungai Citarum harus bertujuan mencapai Millennium Development Goals (MDGs) dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang disusun oleh The United Nations.

“Jadi, apapun upayanya, penyelesaian permasalahan Sungai Citarum harus berkelanjutan dan perlu mencakup permasalahan ancaman bencana yang ada di DAS Citarum,” kata Syahril. 

Menurutnya, ancaman terbesar saat ini yang dihadapi sungai-sungai, termasuk Sungai Citarum, ialah banjir. Ancaman ini semakin besar menghampiri di kala musim hujan, karena  air hujan akan membawa air dan sampah yang ada di permukaan sekitar sungai, ke dalam sungai. Akumulasi air dan sampah ini akan terbawa bersama banjir mulai dari hulu hingga muara di sekitar sungai. Banjir juga akan mempengaruhi kualitas air sungai, dari yang semula bisa dimanfaatkan untuk air minum, menjadi tidak bisa. Itu sebabnya, Syahril memandang perlu ada kajian pembagian alokasi air sungai untuk menentukan alokasi air untuk air minum, industri, sawah, dan sebagainya. 

Langkah nyata sektor swasta dalam memperbaiki Citarum

Lorem Ipsum